Sunday, December 1, 2013

End of The Post!

Here's the end of the post, I just moved to my own personal blog, please kindly visit:

Tuesday, August 27, 2013

Meet The Shark, First Full-Length Album of Miserable Man

          Sebuah chat hadir di Sabtu senja melalui jejaring sosial Facebook. Chat tersebut datang dari seorang kawan dari Norwich, UK. Dia adalah Filippo atau Peepu, lebih dikenal dengan nama Miserable Man, one-man-band pengusung musik ska, reggae, dan popsteady yang pada awal tahun 2013 kisaran bulan Februari-Maret lalu berkunjung ke Indonesia. Kota Solo adalah salah satu dari sedikit tempat tujuannya selama di nusantara. Sekedar bertanya kabar  dan bercerita tentang pengalamannya tempo hari bermain satu panggung bersama Chris Murray di Norwich. Dan inti dari perbincangan kami tersebut, Miserable Man memberitahukan bahwa album barunya yang bertitel Meet The Shark telah keluar.

Meet The Shark, Rilis 17 Agustus
          Bertepatan dengan hari kemerdekaan Indonesia, album tersebut dirilis secara online. Berbeda dari rilisan-rilisan sebelumnya yang selalu menyertakan cover songs, full album Meet The Shark kali ini berisi 10 lagu-lagu ciptaan Miserable Man sendiri. Meski ada dua buah track yang sudah diikutsertakan dalam album-album Miserable Man sebelumnya yaitu lagu Simple Guy dan When The Roots Are Good. Dimasukkan pula lagu baru berjudul Casanova, yang sebelumnya pernah dibocorkan ketika ia bersama kami bermain gitar dan bernyanyi bersama pada suatu malam di tepi jalan Kota Solo. Juga lagu berjudul Rocksteady Beat yang pernah dibawakan pada saat Miserable Man berkesempatan untuk bermain di gig kecil-kecilan yang kami organisir ketika ia berkunjung ke Solo. Track-track baru lainnya antara lain Universal Crackdown, Meet The Shark, Bananapple, Play Guitar!, I Don't Mind, dan Miserable Man. Semuanya dikemas dalam sebuah ciri khas Miserable Man yang memiliki karakter sangat kuat dalam pembawaan musik sekaligus vokal.



Released 17 August 2013
Recorded and mixed between Spring 2010 and Summer 2013 by Nigel Harris and Miserable Man at Audiotree, UK.
Mastered by Sotos at Ashwood Recording Studios, UK.
Music written by Miserable Man.
All instruments and vocals by Miserable Man. Drums by Ale Grego.
Artwork & Photography by Miserable Man.
Cover photography by Peter Sarai.

Untuk mendengarkan secara streaming dan download (₤5), silakan buka link berikut : http://miserablemanmusic.bandcamp.com/album/meet-the-shark

Thursday, May 30, 2013

Reportase Acara Semarang Mods Mayday

Mayday!
          Dari awal sampai akhir bulan Mei, istilah Mayday masih menjadi tema hangat dalam tiap aspek kehidupan. Mayday yang biasa diperingati tiap tanggal 1 Mei disebut juga sebagai Hari Buruh. Dimana saat itu para buruh biasa memperjuangkan hak-haknya untuk kehidupan yang lebih baik. Istilah Mayday tersebut juga merasuk dalam subkultur Mods. Mods adalah sebuah subkultur yang bermula di Inggris, didominasi oleh kaum kelas pekerja dengan gaya hidup mereka yang kental akan musik, fashion, dan skuter sebagai tunggangan mereka. Mods merupakan cikal bakal subkultur skinhead yang juga lahir di Inggris. Di Indonesia sendiri, scene Mods hidup di berbagai kota seperti Jakarta, Bandung, Lampung, Semarang, Solo, Malang, Surabaya, sampai Bali. Moment Mayday pun juga kerap kali diperingati oleh para kaum Mods di kota-kota tersebut. Mereka biasa mengorganisir sebuah hajatan dengan tema Mods Mayday, yang biasa diisi dengan acara seperti musik, scootering mengitari kota, pemutaran film, dan lain-lain.

Mods Mayday di Semarang
          Kali ini, saya mencoba melaporkan salah satu rangkaian acara Mods Mayday di Indonesia yang kebetulan saya hadir dalam acara tersebut, yaitu Semarang Mods Mayday. Digalang secara bahu-membahu antara Semarang Mods, Semarang Ska Foundation (SSF), dan Semarang Skinheads (SMASH), adalah kali pertamanya Kota Semarang membuat acara bertema Mods Mayday. Semarang Mods Mayday dilangsungkan dengan waktu yang tepat dan tempat yang strategis. Yaitu pada hari Sabtu tanggal 25 Mei 2013 di Copa Kopi, sebuah cafe merangkap resto di tepi Jl. Pamularsih yang biasa menyediakan tempat untuk live musik bagi teman-teman di Semarang.
          Sejak sore, tampak dari luar sudah terlihat secara jelas di situlah lokasi acara Semarang Mods Mayday. Karena terlihat skuter dan pemiliknya sudah berjajar di halaman depan Copa Kopi. Sedangkan di dalam, ada beberapa orang yang sedang mempersiapkan peralatan dan soundsystem untuk sesi live music dan DJ set. Acara dibuka sekitar pukul 5 sore dengan penampilan Tenanan Percussion, sebuah grup perkusi yang digwangi oleh Yusak (Sextoy, Oldyoung) dan mengajak featuring Adit (Pyong Pyong, The Yanto Brothers). Dalam alunan instrumental yang mereka bawakan, disisipkan pula keluh kesah dan kritik bertema sosial politik yang merujuk ke tema utama, yaitu buruh. Dilanjutkan dengan penampilan pioneer Ska dari Semarang, yatu Aimee!. Para hadirin yang tadinya duduk diam, menjadi tak malu-malu lagi untuk mengisi lantai dansa yang kosong sore itu.

Aimee!

          Menjelang gelap, giliran G Squad untuk mengisi panggung. Namun, dedengkot Oi!/Punk perwakilan Semarang Skinheads (SMASH) tersebut belum hadir secara lengkap. Untuk mengisi kekosongan, atas permintaan panitia, saya bersama teman-teman yang tergabung dalam Surakarta Allstars mendadak mengisi panggung dengan membawakan tembang-tembang Ska. G Squad sudah lengkap, saatnya mereka menghentak dengan lagu-lagu andalan mereka, masih dengan tema gaya hidup Skinhead, hooliganisme, kelas pekerja, dan cinta. Sing along penonton pun tak terhentikan. Usai digeber dengan beat keras dari G Squad, saatnya slow down kembali dengan alunan Ska dari The Glow, sebuah band teman-teman dari Solo yang menjadi penutup dari sesi live music dalam acara Semarang Mods Mayday. Penonton semakin riuh memadati lantai dansa.

Surakarta Allstars

G Squad

The Glow

          Sesi live music berakhir, dan acara Semarang Mods Mayday akan segera ditutup dengan sesi yang disebut dengan Rolling Thunder, berskuter ria mengitari Kota Semrang dengan rute start dari Copa Kopi (Jl. Pamularsih) - Sam Poo Kong - Jl. Kali Garang - Rumah Sakit Dr. Kariadi - Jl. Veteran - Jl. Pahlawan - Simpang Lima - Jl. Pandanaran - Tugu Muda - dan finish di Balai Kota (Jl. Pemuda). Ketika para pengendara skuter sedang rolling, di Copa Kopi tak kalah asyik dengan adanya sesi soundsystem. Pemutaran musik klasik Jamaika seperti Ska, Rocksteady, Early Reggae. Juga memutar Soul dan Rhythm and Blues. Disajikan oleh tim Atlas City Selecta yang terdiri dari Mr. Sugar Dandy, Sir Barkah Tomatoes, Super Nam, dan Alta Reptilator yang setia berada di deck sebagai DJ sampai tengah malam. Acara terbilang sukses meskipun baru pertama kali Mayday Event tersebut diadakan di Semarang. Semarang Mods Mayday, mampu digunakan sebagai ajang untuk bersenang-senang setelah penat bekerja, dan bisa juga menyuarakan hak-hak pekerja, salah satunya melalui musik. Ditunggu part-part selanjutnya dari Semarang Mods Mayday!

Words : Bagas
Pix : Aegis

Wednesday, May 8, 2013

Out Now! Album Baru Miserable Man "Afronesia"

          Ska, Reggae, and Popsteady One Man Band, Miserable Man kembali merilis album barunya. Kali ini diberi judul "Afronesia". Di tengah-tengah agendanya dalam Asian Busking Tour 2012/2013, Miserable Man mengambil waktu untuk berlibur di pulau kecil Gili Meno, Lombok, Indonesia. Beristirahat sejenak dari dunia pertunjukan dan mengamen, selama 30 hari di sana ia merekam album barunya tersebut. Afronesia berisi track instrumental akustik, rekaman outdoor, dan musik daerah yang berkolaborasi dengan penduduk setempat. Album tersebut bisa kalian download secara berbayar. Hasil keuntungan penjualan secara online akan disumbangkan untuk Bolong's Turtle Sanctuary, sebuah suaka margasatwa yang melindungi satwa kura-kura di Gili Meno, Lombok, Indonesia.


Bolong's Turtle Sanctuary : http://gilimenoturtles.com/

Tuesday, May 7, 2013

Dance Ska For Have Fun #3, Solo Menginvasi Malang

          Gerombolan pemuda yang menamakan diri mereka Contong Kampoeng Ska kembali mengadakan gig total Ska bertajuk Dance Ska For Have Fun. Kali ini gig tersebut sudah memasuki part ketiga, dimana gig tersebut pertama kali diadakan pada tanggal 2 Oktober 2011 lalu. Contong Kampoeng Ska adalah sebuah komunitas dibentuk oleh beberapa pemuda Kota Malang yang biasa berkumpul di kawasan Jl. Mawar, Kampung Contong, Lowokwaru sebagai tempat untuk berbagi atas dasar persamaan minat dan kecintaan akan musik Ska, serta visi dan misi untuk menunjukkan kualitas band-band Ska Indonesia pada umumnya.

Perkembangan Musik Ska di Kota Malang
          Malang, kota berhawa dingin di Jawa Timur tersebut mengalami perkembangan yang cukup mencolok akan warna musik Ska-nya dalam beberapa tahun terakhir. Kembali ke tahun 2009 dimana saya untuk pertama kalinya bertandang ke Malang dalam rangka menghadiri sebuah gig yang berjudul "Ska-Core, The Devil, And More". Gig total Ska yang namanya diambil dari salah satu judul album Mighty Mighty Bosstones tersebut selain diisi band-band lokal asal Malang juga melibatkan band-band asal Surabaya, Sidoarjo, dan Solo. Waktu itu band-band Ska asal Malang masih cenderung membawakan warna musik Ska gelombang ketiga, American Ska semacam Ska-Punk dan Ska-Core. Sebut saja Mad Brothers, Spiky In Venus, Youngster City Rockers, Javanese Bugs, dll. Sedangkan untuk sekarang ini, Malang mulai melahirkan banyak band-band Ska, dan warna musiknya pun sudah beragam. Mereka mulai mencoba back to the roots, memainkan musik Ska kembali seperti akarnya di Jamaika dulu. Diantaranya Pitskankin, Skarikatur, Skarasa, Richcracker, Skakster, Veskaria, One Struggle, dll.

From Solo To Malang, Dance Ska For Have Fun #3
          Itu tadi sekilas tentang perkembangan musik Ska di Kota Malang yang saya ketahui dalam beberapa tahun ini. Kembali ke gig Dance Ska For Have Fun persembahan kawan-kawan Contong Kampoeng Ska. Setelah melalui dua episode, gig Dance Ska For Have Fun kini memasuki part ketiga. Diadakan di Paradiso Garden, Soekarno-Hatta pada hari Sabtu tanggal 4 Mei 2013. Sebelum mengambil tempat di Paradiso Garden, sebenarnya gig tersebut akan diadakan di aula bawah tanah AK Land pada tanggal 18 Mei 2013. Namun, akibat kendala birokrasi yang rumit, tempat dipindahkan dan tanggal dimajukan. Selain diisi band lokal Malang, Dance Ska For Have Fun #3 juga mendatangkan band-band luar kota seperti dari Pandaan dan Solo. Kali ini tidak tanggung-tanggung, mereka mengundang 4 band dari Solo sekaligus, yaitu The Mobster, The Suspender, Skaturnus, dan Baling-Baling Bambo. Untuk The Mobster dan Skaturnus, mereka sebelumnya pernah pula bermain di Malang beberapa kali. Sedangkan untuk The Suspender dan Baling-Baling Bambo, adalah kesempatan pertama kali bagi mereka bermain di Malang.
          Kebersamaan dan kekeluargaan yang erat di dalam scene Ska di Kota Solo mendorong kami untuk berangkat bersama-sama menuju Malang. Kami berangkat bersama kurang lebih 30 orang dengan 1 buah bus sewaan. Berisi 4 band dan kawan-kawan lain dari keluarga Rudebois Ska Foundation yang ikut serta menginvasi Malang.


Berkumpul di Tugu Kebangkitan Nasional sebelum berangkat.


Bus yang mengangkut kami menuju Malang.

          Jumat tengah malam kami berangkat dan Sabtu pagi tiba di Malang. Seperti biasa, kami transit di basecamp si tuan rumah, di kawasan Jl. Mawar, Kampung Contong, Lowokwaru. Istirahat, mandi, makan, dan tidur adalah hal-hal wajib yang harus dilakukan sebelum menuju venue. Sekitar pukul 3 sore setelah semuanya beres, kami semua menuju tempat dilangsungkannya Dance Ska For Have Fun #3 di Paradiso Garden. Sebuah cafe dengan konsep seperti taman atau halaman belakang rumah lengkap dengan gazebo-nya. Mendung sempat mengkhawatirkan kami mengingat acara berjalan di ruangan terbuka. Namun untung saja tidak turun hujan pada hari itu. Seperti belakangan ini, penonton acara Ska di Malang selalu menunjukkan antusiasme mereka dengan bagus. Hadir berbondong-bondong, membeli tiket, tak peduli usia dan jenis kelamin, mereka semua berbaur menjadi satu kesatuan di lantai dansa. Ska memang sedang naik daun di Kota Malang ini. Tak hanya ditandai dengan audience yang selalu membludag di setiap show-nya, tetapi juga dari kelahiran band-bandnya. Banyak nama-nama baru ikut meramaikan scene Ska di Malang. Venue sudah ramai sejak awal. Tak peduli apa dan bagaimana band yang mengisi, penonton selalu memberikan respon yang positif dengan memadati lantai dansa. Di luar musik, gig tersebut juga menjadi ajang reuni bagi kami dan teman-teman antar kota antar propinsi.



Lantai dansa tak pernah kosong sejak awal acara.

          Band-band tuan rumah yang tampil pada sore hari antara lain Woody Woodpecker, Veskaria, Sweet Seven Ska, One Struggle, Skarikatur, dll. Rombongan dari Solo yang pertama kali berskesempatan untuk unjuk gigi adalah Baling-Baling Bambo. Mereka naik panggung sekitar pukul 4 sore. Disusul Skaturnus ketika menjelang matahari terbenam.



Baling-Baling Bambo


Skaturnus

          Usai break maghrib dilanjutkan dengan penampilan salah satu dedengkot Ska-Punk tuan rumah, yaitu Mad Brothers. Saat langit mulai gelap, penonton lebih menggila. Bernyanyi dan berdansa bersama di mana-mana. Seakan tak ada batasan antara performers dan audience. Setelah Mad Brothers, disusul Pitskankin, Skakster, dan Bisikan Papa. Kemudian giliran pasukan dari Solo lainnya berkesempatan untuk mengisi, yaitu The Suspender dan The Mobster. Band terakhir sebagai penutup adalah Ska Rats dari Pandaan.



Mad Brothers

The Suspender

The Mobster

Suasana dalam bus seusai gig.

          Gig berakhir, semua merasa senang dan puas meski sempat ada insiden perkelahian kecil. Hasil pemasukan dari tiket semoga mampu menutup dana awal yang dikeluarkan guna sewa tempat dan perijinan yang mahal di Kota Malang. Dan terutama kerja keras semua teman-teman yang sudah membantu terlaksananya gig Dance Ska For Have Fun #3 ini berbuah hasil yang positif. Salute to you, Malang!

Words : Bagas
Pix : Aegis

Thursday, April 18, 2013

Mutualisme Filmmaker dan Street-Artist di Solo

          Dari tahun ke tahun, dimanapun tempat yang kita tinggali ini, seakan tak pernah kehabisan individu ataupun kelompok potensial dalam bidangnya. Point yang saya singgung di sini adalah tentang kultur anak muda, komunitas, dan karya-karyanya. Tak khayal hal tersebut seringkali memicu persaingan. Jegal-menjegal, saling nyinyir dan mengkritisi, terobsesi dan rasa tak mau kalah sudah biasa terjadi. Namun di sini saya tidak akan membahas persaingan tak sehat tersebut. Buat apa? Lebih baik membicarakan hal yang positif saja. Saling mendukung satu sama lain. Jika kalian memberikan dukungan secara riil kepada orang lain, otomatis kalian akan mendapatkan timbal balik yang sama.
          Seperti halnya yang dilakukan oleh seniman-seniman muda berbakat dari Kota Solo belum lama ini, mereka adalah para filmmaker dan street-artist. Tahun ini, Festival Film Solo atau yang biasa disingkat FFS memasuki gelaran ketiganya. Berawal pada tahun 2011 lalu, diprakarsai oleh beberapa pegiat sinema yang berkumpul di Solo, FFS selalu diagendakan pada bulan Mei di setiap tahunnya. Dan FFS ketiga tahun ini diadakan pada tanggal 1 sampai 5 Mei, bertempat di Teater Besar ISI Surakarta. Festival Film Solo menjadi sebuah wadah yang terbuka luas, akrab, ramah, dan sederhana untuk menampung para penonton dan pelaku perfilman nasional. Memfokuskan pada perkembangan film-film fiksi-pendek Indonesia, melalui program-program kompetisi maupun non-kompetisi dan forum. Festival Film Solo mempercayai bahwa film pendek dan komunitas film adalah salah satu penggerak utama perfilman tanah air. Menanggapi moment yang akan hadir pada bulan Mei tersebut, muncul pula sambutan, dukungan, dan ketertarikan dari beragai pihak. Tak hanya para pelaku perfilman dan penikmat film saja, tetapi juga para street-artist. Seniman yang biasa bergerak pada bidang seni rupa tersebut mengaplikasikan respon positif mereka terhadap Festival Film Solo dengan aksi pembuatan mural. Mereka berasal dari beberapa komunitas seperti Komunitas Perupa Kepatihan (Koper-K), Love Leca, ada juga yang berasal dari Klaten, dan beberapa perorangan lainnya. Mereka secara serentak melakukannya pada hari Sabtu, 13 April 2013 di beberapa titik. Diantaranya daerah Jalan Wora Wari, dekat Masjid Solikhin, Laweyan, sekitar SMA Warga, dan belakang Solo Grand Mall.






          Aksi yang mereka lakukan pada hari Sabtu tersebut menghasilkan bermacam tema dan konsep, namun di tiap mural tersebut disisipkan info dan ajakan menganai Festival Film Solo 2013. Selain menjadi ajang unjuk gigi para street-artist, tentunya mampu mempromosikan event Festival Film Solo itu sendiri. Sehingga, FFS mampu mencapai jangkauan audience yang lebih luas, tak hanya dari pelaku dan penikmat perfilman saja. Saling support lintas komunitas seperti inilah yang pantas dijadikan teladan oleh semua orang. Dukungan secara nyata, apresiasi positif, atau apapun bentuknya akan menjadikan kita hidup dalam keharmonisan. Saling menguntungkan dan tak ada yang dirugikan.

Words : Bagas
Pix : Bani

Tuesday, April 16, 2013

Review Gig Imajimati, "Kami Ada!"

          Lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali. Begitu pula yang saya lakukan ketika mulai mengetik sebuah review tentang acara berjudul Imajimati ini. Saya memilih untuk menuliskannya ke halaman ini, supaya sebuah moment entah sebesar atau sekecil apapun itu tidak hilang ditelan bumi.

Flashback...
          Kembali ke jelang penghujung tahun 2012 tepatnya pada hari Jumat, 23 November 2012 lalu, diadakanlah sebuah acara dengan judul Imajimati oleh teman-teman Maladaptif Terror Crew. Sebuah scene punk yang melahirkan band-band potensial sebut saja Mooca Caboel, Sampah Pribadi, The Obstinate, dll. Mereka cukup aktif dalam berbagai pergerakan di kota Solo seperti Food Not Bombs, kepedulian terhadap alam sekitar, dan gigs itu sendiri. Seperti apakah Imajimati? Sebuah gig dengan konsep gabungan, antara parade musikal dari band-band kota Surakarta dan sebuah pameran artwork (seni rupa). Band-band yang mengisi antara lain The Working Class Symphony, Sporadic Bliss, Take and Awake, Milisi Efek Nuklir, The Obstinate, Lepas Kendali, Railway Gangsters, Optimistic Sound, dan Suck It V. Sedangkan dari armada artworker ada Judas Pubis, Andreas Pondra, dan Beghe. Band-band pengisi sengaja diambil secara lintas genre (Celtic Punk, Grunge, Noise, Grind, Crust, D-Beat, Rockabilly, dsb). Untuk artworker, mereka bertiga biasa bekerja di balik layar seperti dalam divisi desain, maupun merchandise sebuah band atau clothmaker. Mungkin mereka kurang mendapat ekspos, tetapi dalam acara Imajimati ini para artworker tersebut juga diberi kesempatan untuk mempertontonkan karya-karya visual yang mereka hasilkan.
          Mengambil waktu malam hari, di tempat yang cukup tersembunyi, dan mungkin bagi sebagian orang susah untuk menemukannya. Yaitu di dalam area kampus ISI Surakarta, ketika sudah tidak ada aktivitas perkuliahan dan semacamnya, otomatis gig ini seakan luput dari pandangan khalayak umum dan pihak-pihak berwajib. Tepatnya di Lobi J, sebuah tempat seperti gazebo di tengah-tengah rindangnya pepohonan kampus seni kota Solo tersebut. Untuk peralatan dan segala perlengkapannya mengambil dari studio kampus yang dikelola teman-teman dari UKM Band ISI Surakarta. Hujan yang sempat mengguyur sedari sore sempat membuat acara ini molor beberapa saat, tetapi acara tetap berjalan lancar hingga usai. Berikut beberapa foto acara yang diambil oleh teman-teman.

Optimistic Sound

Suck It V

          Satu demi satu band mempertunjukkan aksi terbaiknya. Dan puncak acara terjadi pada saat penampilan The Working Class Symphony, sebuah band Celtic/Folk Punk/Oi! yang digawangi para veteran scene punk kota Solo, Sriwedari Bootbois. Mereka mampu menghipnotis para hadirin untuk ikut bernyanyi dan berdansa bersama menjadi satu dalam suasana hangat alkoholika di tengah dinginnya udara pasca hujan.

The Working Class Symphony

Bernyanyi Bersama dalam Lagu TWCS - Satu Jiwa



          Menuju ke bagian pameran artwork, mereka mendapat tempat di salah satu sisi lobi. Dimana karya-karya dari para artworker (Judas Pubis, Andreas Pondra, dan Bege) tersebut terpampang menjadi satu. Menjadi sebuah pemandangan unik dan menarik perhatian. Meskipun, antusiasme mayoritas audience lebih condong ke eksibisi musikal malam itu. Tetapi secara keseluruhan, Imajimati menjadi awal yang bagus untuk sebuah pergerakan berupa wadah yang mampu menampung banyak ide dan kreativitas para penghuni scene yang kita cintai ini.

Artwork Exhibition

          Inilah imajimati. Imajimati menawarkan sisi lain ketika sebuah imajinasi seakan mati dan terjadi stagnasi. Imajimati menyajikan variasi di tengah terpaan musim yang silih berganti. Imajimati mempertunjukkan keberadaan talenta-talenta mumpuni yang barangkali luput dari pandangan atau dipandang sebelah mata, menunjukkan bahwa sebenarnya "Kami ada!".

Monday, April 8, 2013

Tanya Jawab dengan Akatz (Bilbao, Spanyol)

          Akatz adalah band asal Bilbao, Spanyol. Salah satu dari sekian banyak pengusung musik asli pulau kecil di Kepulauan Karibia, Jamaika (Ska, Rocksteady, Reggae) yang kini sudah tersebar ke seluruh penjuru dunia. Akatz memainkan musik yang masih berpegang erat pada akarnya, namun mereka memiliki style sendiri dalam memainkannya. Berdiri pada tahun 1992, band ini bertahan cukup lama dan sudah merasakan pahit manis dalam bermusik. Selama kurang lebih 20 tahun, Akatz baru menghasilkan 3 album. Album pertama mereka baru keluar di tahun 2004, 12 tahun setelah mereka terbentuk. Meski kurang produktif dalam hal rilisan, tetapi dalam urusan penggung ke panggung Akatz sudah pantas disejajarkan dengan musisi-musisi hebat pengusung musik Jamaika dari Eropa lainnya, bahkan dunia. Jam terbang mereka sudah tak dapat diragukan lagi. Berikut tanya jawab saya dengan Akatz. Mereka bercerita banyak hal mulai awal mereka terbentuk hingga sekarang, serta moment-moment pahit dan manis yang pernah mereka lalui selama bermusik. Selamat menyimak!

Apa arti di balik nama band kalian, Akatz?
          Ah! Soal nama ya... Kami membentuk band seperti bagaimana band-band lain memulai sebuah band. Tanpa pengetahuan musik yang bagus, musik yang dimainkan pun kacau dan tidak rapi. And error is beautiful. Kami menyukai ke-error-an tersebut, kesempurnaan bukan milik manusia, dan kami memainkan musik yang alami diciptakan oleh manusia. Dan, Akatz, atau sebenarnya tertulis Akats dalam bahasa Basque sendiri memiliki arti yaitu error. Ke-error-an kami tambah dengan sengaja mengganti huruf belakang dari S menjadi Z. Arti lainnya, Akatz juga merupakan nama dari sebuah pulau kecil di kota kelahiran kami, Bakio, Propinsi Bizkaia, Basque Country (Nama daerah otonom di Spanyol yang terdiri dari beberapa propinsi). Bicara soal pulau kecil, kami juga memainkan musik yang berasal dari sebuah pulau kecil, yaitu Jamaika.

Apa yang sedang kalian kerjakan?
          Kami baru saja menyelenggarakan konser ulang tahun kami yang ke 20 dan memilih lagu-lagu untuk album kompilasi yang bertemakan perayaan ulang tahun kami. Di konser tersebut, kami mengumpulkan musisi-musisi yang pernah berkolaborasi bersama kami, dan melibatkan pula bermacam grup yang pernah berbagi panggung bersama kami. Saya selalu tertawa jika melihat foto-foto dan video kenangan tersebut. Kami juga akan melanjutkan pengerjaan lagu-lagu yang akan menjadi bagian dari album ketiga, semoga selesai di tahun 2013 ini.

Apa influence kalian selain musik Jamaika?
          Sebenarnya, kami menyukai seluruh musik Jamaika yang berkembang sejak akhir tahun 50an seperti mento, calypso, rhythm and blues, lalu ska dan rocksteady di tahun 60 - 70an, early reggae, skinhead reggae, roots reggae, dub, juga mendengarkan dancehall di awal perkembangannya, dan rub a dub yang muncul di awal 80an. Kami telah mengikuti perkembangan dan evolusi scene musik Jamaika seperti ragga muffin, new roots, singjay. Tetapi beberapa tahun kami bermusik, musik kami lebih terkesan oldies seperti tahun 50-60an. Di luar musik Jamaika, ingatlah selalu bahwa musik adalah bagian dari perasaan yang mampu menyentuh hati. Jika sebuah musik kamu rasa bagus, mengapa tidak untuk mendengarkannya?

Seperti apakah scene musik Jamaika di Bilbao?
Akatz
          Pada tahun 80an sebagai pelajar, kami mendengarkan Kortatu, sebuah band Ska yang berbau 2 Tone. Tetapi band pertama yang kami rasa sebagai pioneer adalah Potato, dari kota Vitoria, Basque Country, memainkan musik Jamaika bersama band asal kota Vitoria lainnya yang bernama Cannabis, dan Banana Boats dari kota La Rioja. Ketika kami mulai berdiri, kembali ke tahun 1992, di Bilbao banyak band reggae bermunculan, kebanyakan dari mereka mengusung musik yang komersil. Namun, salah satu dari mereka, Basque Dub Foundation menjadi group pertama yang mengusung dub dengan sentuhan gaya British. Disusul beberapa band yang mengusung musik roots seperti kami, antara lain Ambassadors , Xuia, 12Tribu, Doctor Deslay. Memasuki era millenium, ada Ttak dan Cyprinidians dengan rude ska sounds mereka. Selama bertahun-tahun kami mempertahankan style musik kami yang sesuai dengan roots tersebut. Tetapi akhir-akhir ini sudah mulai banyak bermunculan grup-grup yang mengusung Jamaican sounds seperti kami, antara lain Chalwa Band, Bilbomatiks, Skalones, Early Reflections, Materia Gris, Luz de Putas, Tacumah, dan tentunya proyek-proyek soundsystem. Scene yang terdiri dari band-band pengusung sound-sound oldies tersebut, sebenarnya tidak begitu murni oldies, karena di sini ada kultur musik dan kelompok-kelompok yang menyukai sound yang lebih rebel, mereka memodifikasinya. Bilbao, Basque Country adalah kota dan daerah kecil, tetapi memiliki aktivitas dan pergerakan kultur yang besar. Dari sekian banyak band-band yang saya sebutkan tadi, semuanya berasal dari kota-kota kecil di negeri ini. Seperti yang kamu lihat, kami tidak memberda-bedakan mana yang mengusung sound oldies, roots, dan soundsystem. Kami berasal dari daerah kecil dan kami mengerti persatuan di antara kami yang memang sudah menjadi seperti sebuah "pasukan". Selain musik Jamaika, pada dasarnya Basque Country adalah daerah yang lebih kental dengan musik rock.

Bagaimana hubungan kalian dengan genre musik lain?
          Kami bukan orang Jamaika dan tidak sedang berada di tahun 60an. Kami adalah musisi dari Basque yang memainkan musik Jamaika. Kami menjadi bagian dari scene musik di kota kami, yaitu musik Jamaika. Meski demikian, kami bukanlah orang asing di scene genre lain, seperti musik-musik perkembangan atau yang masih berhubungan dengan musik Jamaika. Kami sudah biasa menjadi bagian dan berkolaborasi dengan mereka. Black music seperti jazz, soul, dan funk sangatlah memotivasi kami. Dan juga, rock, seperti yang sudah saya katakan sebelumnya, Bilbao adalah kota rocker dan kami senang berhubungan dengan mereka. Kami bukanlah mods dan skinheads Inggris di tahun 70an yang bermusuhan dengan para rocker. Tetapi jika mereka mencari gara-gara, kami siap! Hahaha, bercanda, kami adalah orang yang cinta damai dan suka bekerjasama dengan siapa saja.

Moment pahit selama bermusik?
          Ketika personil kami harus berhenti/keluar adalah sebuah moment yang pahit. Karena dasar dalam bermusik, terutama pada sebuah band adalah cinta dan rasa hormat. Tetapi, kami adalah orang-orang yang pantang menyerah. Terbukti dengan album pertama kami yang berjudul 12 Años De Exitos (12 Years Of Success). Dihasilkan bersama personil kami yang tersisa dan dengan jarak waktu yang panjang pula. Saya pikir hal tersebut adalah kunci bagi kami yang merupakan sebuah grup non-professional untuk bisa bertahan sampai 20 tahun ini. Meski demikian, ada juga promotor yang masih memiliki hutang uang terhadap kami. Walaupun kami adalah orang yang cinta damai, seperti yang saya katakan kepadamu tadi, pernah ada bajingan-bajingan yang mengambil keuntungan dari kami. Hal tersebut menjadi satu-satunya penyebab kami berkelahi, secara kontak fisik, bukan hanya adu mulut.

Bagaiana menurutmu tentang perkembangan dan penyebaran musik Jamaika di dunia sekarang ini?
          Kami senang. Kami beruntung pernah bermain bersama The Skatalites, Rico Rodriguez, Desmond Dekker. Menyenangkan, menjawab interview dari Indonesia dan menerima ratusan pesan dari California, Meksiko, Kolombia. Kami juga beruntung pernah berbagi panggung bersama Tokyo Ska Paradise Orchestra, New York Ska Jazz Ensemble, Mr. T-Bone, Eastern Standard Time, David Hillyard, dan banyak band-band Eropa, Amerika, Jepang, dan juga dari Catalunya seperti Soweto dan Root Diamoons, dan tentunya dari Spanyol antara lain Upsttemians, Lone Ark, dan Transilvanians. Semuanya adalah hasil dari kemajuan dalam bidang komunikasi. Salah satu hal positif dari globalisasi.
          Banyak band bagus bermunculan. Jika mereka mengusung sound baru ke dalam scene, menurut saya itu lebih bagus, saya kurang menyukai jika band tersebut terlalu meniru band lain. Dan jika di masa depan, ada negara-negara yang merasa kami klasik/legenda dan mengundang kami di acara mereka, itu akan sangat menarik.


Akatz in Action

Apa saja hal-hal yang kalian sukai di luar bermusik?
          Setiap personil Akatz memiliki hobi dan kesukaan yang berbeda-beda. Masing-masing dari kami juga memiliki profesi dan selera yang beragam. Tapi tentu saja, kami semua memiliki kesukaan yang sama dalam bidang seni, seperti membaca, film, teater, lukis, tari. Selain itu humor, makanan, minuman, dan marijuana adalah hal-hal yang paling kami sukai. Meski tidak semua dari kami minum dan merokok. Kami juga suka olahraga, terutama sepakbola. Beberapa dari kami adalah supporter fanatik Athletic Bilbao. Olahraga surfing menjadi hal pertama yang mempersatukan kami di Bakio, desa yang memiliki pantai-pantai dengan ombaknya yang indah dan tempat pertama kali kami melakukan latihan. Olahraga lainnya yang kami sukai adalah Jai Alai (Olahraga indoor asli Basque, menggunakan semacam bet dari kayu dan bola kecil yang dipantulkan ke tembok). Kami juga suka pergi ke pegunungan dan membicarakan politik.
          Oh iya saya lupa, wanita! Apa yang bisa kami lakukan tanpa wanita? Mereka menginspirasi kami, mereka mencintai kami, dan kami juga mencintai mereka. Mereka adalah gairah bagi kami. Dan yang terakhir, kami selalu siap untuk mencari teman baru.

Adakah band atau musisi lainnya yang berasal dari kota kalian, mungkin juga teman kalian, yang recomended untuk didengarkan?
          Semua band yang sudah saya sebutkan di atas adalah band-band yang bagus. Kebanyakan dari mereka bisa kalian jumpai di Youtube. Band-band dengan sound oldies dari kota kami masih perlu melakukan improvisasi atas musikalitas mereka. Mereka yang juga merupakan teman-teman kami antara lain The Starlites, sekarang Los Tremendos Corquettes y sus Aeromozos All Stars, Lone Ark with Alpheus. Dari Spanyol saya memilih Los Granadians dan Le Grand Miercoles. Jika kalian suka funk, silakan cek The Cherry Boppers atau Priscilla band. Jika kalian suka jazz, Juan Ortiz Trio cocok untuk kalian dengarkan. Dan jika kalian lebih memilih rock, ada BC Bombs dan Sonic Trash. Mereka semua adalah teman kami, teman yang pernah bekerjasama dan saling berkolaborasi dengan kami.

Kata-kata terakhir untuk para pembaca?
          Pertama, kami mengharapkan yang terbaik untukmu. Panjang umur dan dapat melanjutkan zine ini selama bertahun-tahun ke depan. Terima kasih sudah bekerjasama dengan kami. Jika ingin menghubungi kami, silakan kontak kami di :
Like halaman Facebook kami : Akatz
Kunjungi website kami di : www.akatz.net
Kirim pesan kami melalui Email : superakatz@akatz.net
Cari video kami di Youtube dan ceritakan ke teman-temanmu. Lagu-lagu kami juga ada di iTunes dan Amazon, silakan download.
Alamat kami di : Akatz, C / Prim 28. 2 º Izq-dcha, 48006, Bilbao, Basque Country, Spain
          Kami berharap, dengan adanya orang sepertimu, musik Jamaika mampu berumur panjang di dunia. Dikarenakan adanya pesan-pesan pemberontakan, kedamaian, keadilan, cinta, rasa hormat, dan solidaritas yang kita miliki selalu dibutuhkan. Applause dari saya beserta band.

Bita, Akatz

Thursday, March 28, 2013

Miserable Man, The Asian Busking Tour 2012/2013 - Solo, Indonesia

Apa dan Siapakah Miserable Man?
          Seorang "pengamen" mampu berkeliling dunia. Dialah Filippo alias Peepu Maze, atau lebih dikenal dengan nama panggung Miserable Man. Seorang pria berusia 36 tahun kelahiran Vicenza, Italia yang dalam beberapa tahun terakhir ini berdomisili di Norwich, Inggris. Peepu adalah musisi serba bisa. Ska, Reggae, dan Popsteady, begitu ia menyebut musik yang ia mainkan. Berkarir sebagai one man band di Miserable Man, ia biasa mengamen di sudut-sudut kota dan tempat-tempat umum di Inggris. Bermodalkan gitar, amplifier, dan microphone,  serta mouth-brass (suara trumpet yang ia keluarkan dengan mulutnya sendiri) sambil menunggu orang-orang lewat dan menyaksikan aksinya sembari menjatuhkan koin ke dalam hardcase gitar yang ia letakkan di dekatnya. Tak lupa ia menjajakan CD lagu-lagunya yang juga ia letakkan di dalam hardcase. Lagu-lagu ciptaannya dikerjakan berdua dengan seorang kawan penabuh drum dari Italia. Sedangkan Peepu mengisi seluruh bagian lainnya mulai dari vokal, gitar, bass, keyboard, tak lupa mouth-brass yang menjadi ciri khasnya. Selain mengamen, Peepu AKA Miserable Man juga kerap mengisi acara-acara seperti pernikahan, undangan, dan di cafe-cafe. Bukan hanya musik yang ia gunakan sebagai ladang untuk menghasilkan uang, ada kalanya ia juga memasak untuk mencukupi kebutuhan hidupnya.

Bagaimana Ia Bisa Sampai di Solo, Indonesia?
          Semua berawal sejak Natal tahun 2012 lalu. Ketika seorang kawan bernama Dhimas (vokalis dari salah satu band Ska kota Solo, R Slide) sedang browsing tentang musik-musik Jamaika yang bertemakan Natal di Youtube. Ditemukanlah salah satu lagu Miserable Man yang berjudul Rocksteady Xmas. Merasa tertarik, Dhimas membuka channel Youtube yang bersangkutan, yaitu miserablemanmusic. Ditemukan lagi banyak video dari Miserable Man, mulai dari video klip, cover songs, hingga aksi-aksinya ketika mengamen. Selang beberapa hari, Dhimas menceritakan pengalaman browsing-nya tersebut kepada teman-teman termasuk saya. Langsung terbesit di benak saya, barangkali orang ini (Miserable Man) adalah perpaduan antara Chris Murray dan The Dualers, hahaha. Segera saya cari page Miserable Man di Facebook. Ketemu, dan ditemukan pula beberapa link tentang dirinya selain Youtube dan Facebook. Simak-menyimak, didapatlah info kalau Miserable Man ini ternyata sedang tour di Asia. Ia menyebutnya The Asian Busking Tour 2012/2013. Sebuah perjalanan jauh yang ditempuh seorang diri. Berangkat dari Inggris sejak akhir bulan Oktober 2012 lalu, Peepu AKA Miserable Man sudah menginjakkan kaki di beberapa negara di Asia Tenggara seperti Malaysia, Thailand, dan Kamboja. Sebelum tour-nya tersebut, beberapa tahun lalu Peepu juga pernah mengunjungi India, bahkan Indonesia, lebih tepatnya di Bali dan Jogja. Dari seluruh perjalanannya tersebut, di Kualalumpur, Malaysia-lah ia lebih lama tinggal. Menyewa losmen, mengamen bersama para pengamen lokal, dan bermain secara regular di cafe-cafe. Selebihnya, ia hanya berjalan-jalan menikmati keberagaman yang ada di belahan bumi Asia Tenggara.


Miserable Man - The Asian Busking Tour 2012/2013

          Merasa tertarik dan berangan-angan barangkali suatu hari ia mampir ke Indonesia, iseng-iseng saya menulis di wall Facebook Miserable Man. Sekedar menanyakan, apakah ia masih dalam tour-nya di Asia. Dengan Rendah hati, ia pun membalas postingan saya, bahwa ia sedang berada di Malaysia, dan akan mengunjungi Indonesia antara bulan Februari-April 2013. Tak cukup hanya di fan-page, halaman Facebook personal Miserable Man yang bernama Peepu Maze pun langsung menambahkan saya sebagai teman. Berkenalan, sekaligu keep in touch melalui pesan. Ia berkata bahwa akan mengunjungi Indonesia, lebih tepatnya Jogja dan Bali, tempat yang pernah ia kunjungi sebelumnya. Mengetahui saya berasal dari kota Solo, ia pun mencantumkan Solo di daftar tempat yang akan ia kunjungi dalam rangka The Asian Busking Tour 2012/2013.

          Bulan Februari 2013, tepatnya tanggal 24, adalah hari dimana kami Rudebois Ska Foundation (sebuah scene penikmat musik Jamaika dari kota Solo) melangsungkan sebuah gig yang bertajuk Ska Duka Bersama #3. Gig tersebut menampilkan seluruh band Ska asal kota Solo dan melibatkan beberapa kawan dari luar kota seperti Salatiga, Semarang, dan Malang. Di gig itulah, kami berencana akan membawa Miserable Man bergabung. Peepu AKA Miserable Man (MM) juga sudah sepakat, namun ia masih berusaha menyesuaikan tanggal supaya tepat waktu ketika sampai di Solo. Karena pada saat itu ia masih punya jadwal manggung di Malaysia, mengurus visa, penerbangan, dan lain-lain. Belum ada kepastian, kami Rudebois Ska Foundation (RSF) belum berani mencantumkan nama Miserable Man di flyer. Hingga  kami mendapat kabar menjelang hari H, bahwa MM akan berangkat hari Minggu pagi, tepat di tanggal 24 dari Malaysia, dan akan turun di Jogja pukul 2 siang. Dari jadwal tersebut, bisa diperkirakan bahwa MM sampai di Solo sore hari. Mengingat gig Ska Duka Bersama hanya berlangsung sampai pukul 5 sore, maka kemungkinan Miserable Man ikut meramaikan gig tersebut sangatlah kecil. Akhirnya, sampai gig Ska Duka Bersama #3 selesai dan berjalan lancar, Miserable Man belum juga datang. Pasca gig Ska Duka Bersama #3, kembali saya mengontak Peepu di Facebook, ternyata ia kelelahan dan tidak bisa hadir di gig kami. Tetapi, ia akan tetap datang ke kota kami, Solo, dalam beberapa hari ke depan.

Miserable Man di Solo
          Akhirnya ia datang! Setelah 3 hari menginap di Jogja dengan menyewa losmen di Sosrowijayan, hari Rabu tanggal 27 Februari 2013 adalah hari ketika ia pertama kali menginjakkan kaki di Solo. Sore hari sekitar pukul 3, Peepu yang sebelumnya sudah mencatat nomor ponsel saya, tiba-tiba menelfon ketika saya masih berada di tempat kerja. Ia mengabarkan bahwa sudah berada di Solo, turun di Stasiun Balapan setelah menumpang kereta Prameks, dan sedang berada di kafetaria sebuah hotel di dekat Stasiun Balapan, untuk sekedar minum dan memanfaatkan fasilitas wi-fi sambil menunggu saya menjemput. Sepulang kerja, saya bersiap-siap, dan bergegas menjemput Peepu sekitar pukul 7 malam dengan mengajak beberapa teman. Karena Peepu berkata, "Saya lapar." maka, tujuan selanjutnya adalah makan. Kami langsung turun di warung kare pojokan Ngapeman, kami biasa menyebutnya Ngapeman Corner (NC). Peepu yang seorang vegetarian (tidak memakan daging, tetapi masih mengkonsumsi ikan, dan dia tidak merokok) menyantap sepiring nasi kare tanpa ayam, beberapa gorengan, dan es teh. Usai makan, satu per-satu teman-teman kami datang dan mulai berkenalan dengan Peepu. Kami mengobrol satu sama lain. Bicara tentang Ska dan sub-genre-nya, Peepu mngaku lebih menyukai musik-musik asli, sesuai roots-nya, daripada musik fusion semacam Ska era 2-Tone bahkan Ska Punk/Core. Saya, dengan kemampuan berbahasa Inggris yang pas-pasan, selalu mencoba menjadi penerjemah di antara teman-teman. Tak lupa, satu elemen utama yang mengalir dalam diri kami, bahasa universal sebagai pemersatu umat manusia, apa lagi kalau bukan musik? Dengan dua buah gitar akustik, kami mainkan hits-hits Jamaika terdahulu di citywalk tempat kami makan secara lesehan. Di tengah-tengah sesi street jamming tersebut, kami langsung berencana mengagendakan sebuah gig untuk Miserable Man, yang sebelumnya meleset dari rencana di gig Ska Duka Bersama #3.


Peepu AKA Miserable Man bersama Dhimas (Vokalis R Slide) menyantap makan malam di Ngapeman Corner. Di belakangnya, terlihat pamflet acara yang telah berlalu, Ska Duka Bersama #3 tertempel pada sebuah dinding.


Street Jam with Miserable Man

          Hujan sempat mengguyur secara tiba-tiba di lokasi kami berada malam itu. Kami pun menepi ke emperan toko. Masih mendendangkan lagu-lagu Ska/Rocksteady/Reggae untuk menjalin kebersamaan di antara kami. Dari apa yang kami lakukan malam itu, secara spontan tercipta satu lagu baru dari Miserable Man yang berjudul People Of Solo. Menceritakan tentang pengalamannya ketika menginjakkan kaki di Solo. Kata solo dalam Bahasa Italia berarti sendiri, atau alone dalam Bahasa Inggris. Meskipun Peepu berkeliling dunia sendirian, namun ia tidak merasa kesepian karena bertemu dengan orang-orang seperti kami, People Of Solo!
          Waktu sudah hampir tengah malam, saatnya bergerak dari Ngapeman. Kami mengumpulkan uang untuk membeli jamuan malam penghantar tidur, beberapa botol bir dan Ciu, minuman beralkohol khas kota Solo. Di malam pertama itu, Peepu akan menginap di kediaman Rio (The Glow), karena kondisi yang kurang memungkinkan untuk mencari penginapan, mengingat waktu sudah tengah malam. Sebelum menuju ke rumah Rio, kami semua sempat mampir di Ngarsopuro. Sebuah tempat berupa jalan, taman, dan pasar barang antik yang berlokasi tepat di depan pintu gerbang Kraton Mangkunegaran.


Di Ngarsopuro, berdiri di tepi jalan, menyantap jajanan Bakso Bakar, dan berbincang mengenai banyak hal, salah satunya adalah tentang skuter (Vespa).

          Tak lama di Ngarsopuro, kami segera bergegas menuju rumah Rio. Meletakkan barang-barang, dan segera beristirahat. Tapi, seperti yang telah direncanakan sebelumnya, sesampainya di rumah Rio kami menenggak beberapa botol dan kembali berbincang mengenai banyak hal. Antara lain, tentang bahasa, gaya hidup, sepakbola, dan tentunya musik.  Intinya, kami saling berbagi pengetahuan tentang keberagaman yang ada di dunia, khususnya dari ketiga negara. Kami dari Indonesia, dan Peepu yang berasal dari Italia dan menetap di Inggris.



Di belakang rumah Rio, duduk melingkar, berbincang, dan menikmati minuman sebelum tidur. Menurut Peepu, Ciu memiliki rasa yang hampir mirip seperti Grappa, minuman dari Italia hasil distilasi anggur.

          Keasyikan mengobrol, tak terasa jam sudah menunjukkan pukul 3 pagi, saatnya memejamkan mata. Bangun di pagi hari, saya segera pulang ke rumah, bersiap diri karena harus kembali bekerja. Teman-teman yang punya waktu luang tetap bertugas menjadi guide untuk menemani Peepu. Di siang hari, Rio, Peepu, dan teman-teman menanyakan losmen yang cocok untuk disewa. Mereka bertanya kepada Megan, tetangga sebelah Rio yang juga seorang perantau. Ia berasal dari Los Angeles, California, Amerika Serikat. Megan adalah seorang perempuan yang sedang menuntut ilmu dalam bidang kesenian di Solo sekaligus berprofesi sebagai sindhen. Ia merekomendasikan sebuah losmen yang bernama Paradiso Guesthouse. Sebuah rumah inap di daerah Kemlayan yang letaknya agak terpencil di gang sempit di tengah ramainya kota Solo. Peepu menyewa satu kamar untuk beberapa hari ke depan.

          Hari-hari kami lalui dengan seorang teman baru yang kedatangannya sangat tak terduga. Kami sangat senang dan berterima kasih, bisa mengenal orang seperti Peepu. Saya dan teman-teman secara bergiliran menemani Peepu selama kunjungannya di Solo. Menyesuaikan jadwal kami masing-masing, yang masih disibukkan dengan pekerjaan dan pendidikan. Peepu sangat senang, menurutnya kami melayani dia seperti raja. Karena kami selalu siap sedia mengantar dan menemani Peepu kapanpun dan dimanapun. Di waktu luang, kami biasa nongkrong di Pose Breakstuff Space, sebuah tempat yang menyediakan menu minuman berupa kopi dan cokelat, sekaligus fasilitas wi-fi. Koneksi internet seakan menjadi barang berharga bagi Peepu. Ia adalah seorang yang hobi menjelajah internet. Bermodalkan laptop, itulah satu-satunya alat komunikasi yang ia gunakan, karena selama tour ia tidak membawa ponsel ataupun alat komunikasi lainnya. Menuliskan tour-report, meng-upload foto-foto yang ia ambil selama tour, memberikan informasi terkini tentang Miserable Man, adalah hal-hal yang biasa ia lakukan setiap harinya. Dan juga merekam materi-materi lagu untuk proyek terbarunya yang diberi nama Afronesia. Sebuah album yang terinspirasi oleh keindahan negara-negara Asia dipadu dengan musik kulit hitam.


Ketika kami sedang berada di Pose Breakstuff Space.

          Saya dan teman-teman RSF juga akan segera merealisasikan rencana tentang gig Miserable Man di Solo. Yang akan kami beri judul Jamaican Accoustic Night with Miserable Man. Kami memberikan opsi waktu antara hari Sabtu, 2 Maret 2013 atau Minggu, 3 Maret 2013. Peepu memilih hari Sabtu, malam hari. Untuk tempat, kami memilih CS Coffee Shop, sebuah warung kopi di daerah Mendungan, Pabelan (Depan SMA Negeri 2 Sukoharjo) yang biasa digunakan untuk akustik performance, stand up comedy, dan tempat berkumpulnya berbagai kalangan. Untuk peralatan dan soundsystem, kami meminjam dari teman-teman dan menyewa dari studio dengan dana seadanya, uang sisa acara Ska Duka Bersama #3 plus dana kolektif perorangan.

          Tidak cukup jamming on the street, kami bersama Peepu juga jamming di studio. Menyewa studio dengan durasi satu jam, cukup bagi kami untuk memainkan musik-musik Jamaika. Peepu bermain gitar dan bernyanyi seperti biasanya. Tak hanya itu, ia juga bermain bass, serta mengambil foto dan video di dalam studio. Setelah dari studio, kami lanjutkan lagi street jamming sambil menenggak beberapa botol bir di kawasan Pasar Gede, dengan gemerlap lampion-lampion yang menghiasi suasana malam, karena waktu itu masih dalam suasana Imlek.


Jamming di studio bersama Miserable Man.

Jamming on the street di kawasan Pasar Gede, dengan background lampion perayaan Imlek.

Jamaican Accoustic Night with Miserable Man
          Sabtu , 2 Maret 2013, sesuai rencana adalah hari dilangsungkannya gig dari kami teman-teman Rudebois Ska Foundation, Jamaican Accoustic Night with Miserable Man di CS Coffee Shop, Mendungan, Pabelan. Sebuah gig yang serba dadakan, hanya dipersiapkan dalam hitungan hari, dan menjadi gig pertama Miserable Man di Indonesia. Sejak Sabtu sore teman-teman RSF sudah mempersiapkan gig tersebut. Menyusun peralatan musik beserta soundsystem yang telah dipinjam dan disewa, kami konsep secara semi-akustik. Tepat pukul 7 malam, semuanya sudah siap. Langsung saja acara dibuka dengan penampilan Surakarta Allstars. Begitulah kami menyebutnya, hanyalah penampilan kolaborasi dari kami teman-teman RSF, dengan sukarela jamming di panggung sederhana dengan peralatan yang seadanya. Saya juga ambil bagian dengan menyanyikan beberapa lagu.


Sesi ngejam sebagai pembukaan acara Jamaican Accoustic Night with Miserable Man.

          Usai bernyanyi, panggung masih diisi penampilan dari teman-teman. Sementara mereka mengisi acara, saya dan Peepu berkeliling mencari minimarket terdekat untuk membeli beberapa botol bir. Sayangnya, di sekitar lokasi acara tak ada satupun toko yang menjual bir. Mungkin karena lokasi acara berdekatan dengan salah satu universitas swasta berbasis agama. Kami berdua kembali ke CS Coffee Shop. Jam-session dari teman-teman Rudebois Ska Foundation diakhiri sekitar pukul setengah 9 malam. Berikutnya, giliran Peepu naik ke panggung. Dua buah lagu ia bawakan sendiri, bernyanyi diiringi gitar akustik yang ia bawa selama tour dan menginjak tamborine kecil yang dikaitkan pada kakinya. Memasuki lagu ketiga, yaitu lagu cover dari Radiohead - Creep, Miserable Man mengajak dua orang untuk naik ke atas panggung, sebagai backing-band-nya. Yang berkesempatan malam itu adalah Alfian AKA Ateng pada posisi drum, dan Riswan AKA Black pada bass. Seterusnya sampai lagu terakhir, mereka mengiringi Miserable Man membawakan lagu-lagu andalannya. Pada awalnya, audience sekaligus pengunjung CS Coffeeshop hanya duduk manis menikmati penampilan Miserable Man. Memasuki lagu Creep itulah awal para penonton menjadi lebih apresiatif. Sedikit demi sedikit mereka berdiri, maju ke depan, bernyanyi bersama, dan skankin pun tak tertahankan. Lagu baru dari Miserable Man yang diciptakan ketika ia baru saja menginjakkan kaki di Solo pun ia bawakan di tengah-tengah penampilannya, People Of Solo. Otomatis, kami orang-orang Solo pun merasa bangga dan dengan senang hati bernyanyi dan berdansa bersama. Saya juga ikut bernyanyi ketika membawakan lagu dari Alton Ellis - Rocksteady. Belasan lagu telah dibawakan selama kurang lebih satu jam lamanya. Lagu-lagu karya Miserable Man sendiri ditambah beberapa lagu-lagu cover dari hits-hits Jamaika terdahulu, termasuk beberapa masterpiece dari Robert Nesta Marley yang berhasil dibawakan Miserable Man dengan gayanya sendiri.



Jamaican Accoustic Night, gig pertama Miserable Man di Indonesia. Ia tampil dengan posisi duduk, berhadapan dengan penonton yang sedang bernyanyi dan berdansa.

Tak biasanya, CS Coffee Shop seramai dan semeriah ini.

          Penampilan Miserable Man diakhiri tanpa banyak basa-basi, berpamitan dengan penonton lalu turun panggung dan menuju ke kamar mandi untuk berganti pakaian, ia terlihat kegerahan. Lalu Peepu mengajak saya keluar untuk mencari makan. Ada pertanyaan yang muncul dari saya, mengapa ia tidak memilih makan di lokasi acara? Peepu mengaku merasa pengap dan sesak nafas karena padatnya pengunjung dan ditambah kepulan asap rokok yang memenuhi venue. Itu yang membuatnya meninggalkan panggung tanpa banyak bicara dan mengajak makan di luar sekaligus mencari udara segar. Menurutnya, satu hal yang kurang ia sukai selama di Indonesia adalah perihal rokok. Banyak orang yang merokok secara seenaknya tanpa memperhatikan orang disekitarnya. Dan peraturan yang mengatur para perokok seperti di tempat-tempat umum misalnya, juga kurang ketat seperti di negara-negara lain. Saya, Dhimas, dan Wedha (kakak dari Dhimas) keluar menemani Peepu makan. Tak lama, kami langsung kembali lagi ke CS Coffee Shop. Teman-teman Surakarta Allstars ternyata masih bermain mengisi panggung yang kosong. Sekitar hampir pukul 11 malam, acara selesai. Kami berberes-beres ria, melunasi uang sewa soundsystem dari studio, berfoto bersama, berpamitan, dan berterima kasih dengan pihak CS Coffeeshop yang telah bersedia menyediakan tempat bagi kami. Tak lupa Peepu kami beri beberapa keping CD kompilasi berisi lagu-lagu dari band-band Ska asal kota Solo yang tadinya juga kami bagikan secara cuma-cuma sebagai bonus atas pembelian tiket gig Ska Duka Bersma #3 sepekan sebelumnya.

Late Night Street Jam
          Tujuan selanjutnya adalah kembali ke lampion-lampion di kawasan Pasar Gede. Untuk memuaskan dahaga, saya yang memboncengkan Peepu mampir terlebih dahulu di sebuah minimarket yang terletak di tengah kota. Tentu saja mereka menyediakan apa yang kami cari, bir! Tiba di Pasar Gede, kami berdiri di tepi jembatan yang berada di atas sungai kecil. Meminum bir, mengambil foto dan video, dan lagi kami melakukan street jam untuk ke sekian kalinya. Merasa lelah, hampir pukul 1 dini hari Peepu mengajak saya untuk pulang (kembali ke losmen). Sementara teman-teman masih berada di Pasar Gede, Peepu saya boncengkan menuju losmen, saya juga langsung pulang karena esok paginya masih harus bekerja.


Late night street jam with Miserable Man.


MM with the kids.

Video Miserable Man menyanyikan lagu People Of Solo, bernyanyi dan berdansa di tengah malam pasca gig Jamaican Accoustic Night.

Hari-Hari Terakhir di Solo
          Tak terasa sudah hari Minggu, hari ke 5 Peepu berada di Solo alias hari terakhirnya di kota kami. Terakhir dalam artian besok hari Senin ia sudah harus bertolak menuju Banyuwangi sebelum menyeberang ke tujuannya selanjutnya, yaitu Bali dan Gili (pulau kecil yang terletak di antara Bali dengan Lombok, tempat pertama kali muncul ide untuk membuat sebuah proyek yang diberi nama Miserable Man beberapa tahun silam). Tiket kereta Sri Tanjung tujuan Banyuwangi didiapat hari Minggu siang, teman-teman dengan senang hati mengantar Peepu ke stasiun untuk membeli tiket. Jadwal keberangkatannya adalah Senin pagi pukul 08.40 WIB. Minggu malam sepulang bekerja, saya kembali menyusul Peepu dan teman-teman yang sedang nongkrong di Pose. Malam itu ia sempat berkata demikian, "Sebuah pengalaman yang hebat bisa bermain bersama orang-orang Solo. Kalian adalah musisi yang memiliki talenta, rendah hati, dan bersemangat yang pernah saya kenal. Sambutan dan dukungannya juga sangat luar biasa. Saya juga telah menciptakan lagu tentang orang-orang Solo, yang berjudul “People Of Solo”. Dan saya akan merekam lagu baru tersebut secepatnya."
          Keakraban dari kami semakin terjalin dengan erat. Sepertinya sudah tak ada lagi perbedaan yang memisahkan antara kami dengan bule penggemar nasi sayur dan tahu tempe tersebut. Perbedaan yang mencolok seperti fisik, suku bangsa, dan bahasa bukan menjadi masalah yang berarti bagi kami. Peepu seakan-akan sudah menjadi bagian dari kami, anak-anak Solo. Bulan April ia sudah harus kembali ke Malaysia karena masih menyisakan beberapa jadwal mengisi acara di cafe-cafe. Menengok jadwal Miserable Man di situsnya, ternyata ia sudah memiliki jadwal manggung sampai bulan Agustus 2013 pada bermacam-macam acara di Inggris.
          Senin pagi tiba, pukul 6 pagi saya sudah bangun, mandi, dan bersiap-siap untuk mengantar Peepu menuju Stasiun Jebres, tempat berangkatnya kereta api tujuan Banyuwangi. Tepat pukul 7 saya sampai di Paradiso Guesthouse, losmen tempat Peepu menginap. Peepu yang masih tertidur dibangunkan oleh pemilik losmen, sementara saya duduk di lobi sambil menunggu Peepu bersiap-siap. Dengan mata sembab karena kurang tidur, ia datang dengan membawa semua barang-barangnya, satu backpack dan softcase berisi gitar akustik. Sesuai janji di hari sebelumnya, Peepu tak lupa memberi saya sebuah CD albumnya dan kartu nama sebagai kenang-kenangan. Kami menyempatkan diri untuk menikmati kopi panas yang dipesan di losmen sebelum menuju stasiun. Pukul 8 pagi, kami berdua segera turun ke sibuknya lalu lintas kota Solo dan meluncur ke Stasiun Jebres. Sampai di stasiun, beberapa teman-teman yang lain juga sudah hadir untuk ikut melepas keberangkatan Peepu. Padat sekali suasana stasiun pagi itu. Sambil menunggu kereta datang, Peepu membeli air mineral, nasi bungkus, dan tak lupa tahu tempe favoritnya untuk sarapan. Sekitar 15 menit sebelum jam kedatangan kereta, Peepu berpamitan untuk segera masuk ke peron. Kami saling bejabat erat dan berpelukan satu sama lain. Dengan senyum dan tawanya ia melambaikan tangan sambil berdiri di tengah antrian. Usai sudah petualangan Peepu di Solo dalam rangka Asian Busking Tour. Semoga ia selalu ingat dengan kota kecil ini, dan tentunya kami para pemuda penikmat musik Jamaika. Pasti akan ada lagi kesempatan untuk berjumpa di antara kami, entah kapan dan di mana. Have a safe trip, my friend! Ciao!

PS : Seluruh foto-foto dalam artikel ini diambil dari bidikan lensa kawan-kawan (Sigit Pradana Putra AKA Robot, Aegis Dhimas Erlangga, dan Stefanus Henry Setiawan AKA Enus).

Beberapa link dari Miserable Man,
Facebook : http://www.facebook.com/miserableman/
Youtube : http://www.youtube.com/user/miserablemanmusic/
Website : http://www.miserableman.com/
Blog : http://miserablemanmusic.wordpress.com/
Email : miserablemanmusic@gmail.com