Dari tahun ke tahun, dimanapun tempat yang kita tinggali ini, seakan tak pernah kehabisan individu ataupun kelompok potensial dalam bidangnya. Point yang saya singgung di sini adalah tentang kultur anak muda, komunitas, dan karya-karyanya. Tak khayal hal tersebut seringkali memicu persaingan. Jegal-menjegal, saling nyinyir dan mengkritisi, terobsesi dan rasa tak mau kalah sudah biasa terjadi. Namun di sini saya tidak akan membahas persaingan tak sehat tersebut. Buat apa? Lebih baik membicarakan hal yang positif saja. Saling mendukung satu sama lain. Jika kalian memberikan dukungan secara riil kepada orang lain, otomatis kalian akan mendapatkan timbal balik yang sama.
Seperti halnya yang dilakukan oleh seniman-seniman muda berbakat dari Kota Solo belum lama ini, mereka adalah para filmmaker dan street-artist. Tahun ini, Festival Film Solo atau yang biasa disingkat FFS memasuki gelaran ketiganya. Berawal pada tahun 2011 lalu, diprakarsai oleh beberapa pegiat sinema yang berkumpul di Solo, FFS selalu diagendakan pada bulan Mei di setiap tahunnya. Dan FFS ketiga tahun ini diadakan pada tanggal 1 sampai 5 Mei, bertempat di Teater Besar ISI Surakarta. Festival Film Solo menjadi sebuah wadah yang terbuka luas, akrab, ramah, dan sederhana untuk menampung para penonton dan pelaku perfilman nasional. Memfokuskan pada perkembangan film-film fiksi-pendek Indonesia, melalui program-program kompetisi maupun non-kompetisi dan forum. Festival Film Solo mempercayai bahwa film pendek dan komunitas film adalah salah satu penggerak utama perfilman tanah air. Menanggapi moment yang akan hadir pada bulan Mei tersebut, muncul pula sambutan, dukungan, dan ketertarikan dari beragai pihak. Tak hanya para pelaku perfilman dan penikmat film saja, tetapi juga para street-artist. Seniman yang biasa bergerak pada bidang seni rupa tersebut mengaplikasikan respon positif mereka terhadap Festival Film Solo dengan aksi pembuatan mural. Mereka berasal dari beberapa komunitas seperti Komunitas Perupa Kepatihan (Koper-K), Love Leca, ada juga yang berasal dari Klaten, dan beberapa perorangan lainnya. Mereka secara serentak melakukannya pada hari Sabtu, 13 April 2013 di beberapa titik. Diantaranya daerah Jalan Wora Wari, dekat Masjid Solikhin, Laweyan, sekitar SMA Warga, dan belakang Solo Grand Mall.
Aksi yang mereka lakukan pada hari Sabtu tersebut menghasilkan bermacam tema dan konsep, namun di tiap mural tersebut disisipkan info dan ajakan menganai Festival Film Solo 2013. Selain menjadi ajang unjuk gigi para street-artist, tentunya mampu mempromosikan event Festival Film Solo itu sendiri. Sehingga, FFS mampu mencapai jangkauan audience yang lebih luas, tak hanya dari pelaku dan penikmat perfilman saja. Saling support lintas komunitas seperti inilah yang pantas dijadikan teladan oleh semua orang. Dukungan secara nyata, apresiasi positif, atau apapun bentuknya akan menjadikan kita hidup dalam keharmonisan. Saling menguntungkan dan tak ada yang dirugikan.
Words : Bagas
Pix : Bani
Aksi yang mereka lakukan pada hari Sabtu tersebut menghasilkan bermacam tema dan konsep, namun di tiap mural tersebut disisipkan info dan ajakan menganai Festival Film Solo 2013. Selain menjadi ajang unjuk gigi para street-artist, tentunya mampu mempromosikan event Festival Film Solo itu sendiri. Sehingga, FFS mampu mencapai jangkauan audience yang lebih luas, tak hanya dari pelaku dan penikmat perfilman saja. Saling support lintas komunitas seperti inilah yang pantas dijadikan teladan oleh semua orang. Dukungan secara nyata, apresiasi positif, atau apapun bentuknya akan menjadikan kita hidup dalam keharmonisan. Saling menguntungkan dan tak ada yang dirugikan.
Words : Bagas
Pix : Bani